infus ^O^

Rabu, 8 Juni 2011

Bismillahhirrohmanirrohim…

 

Kali ini aku ingin memulainya dengan sebuah pertanyaan?

 

Adakah antum pernah di-infus? Yang udah pernah ayooooo Ngacuuuuuuung ^-^

Heheee…

 

Infus, sebuah keterampilan Luar Biasa yang bahkan selalu bisa memacu adrenalinku, membuat mata yang terkantuk-kantuk menjadi terbuka lebar, membuat jalan terseok-seok menjadi langkah tegap penuh semangat 45 ^-^

 

Bagi seorang perawat, mungkin Infus adalah hal yang biasa, teramat sangat biasa mungkin, tapi bagaimana bila yang melakukan adalah ‘praktikan’ perawat? Percayalah, sampai saat ini Infus tetap menjadi aktivitas yang membuat jantungku berdebar-debar dan ‘mungkin’ tanganku masih tremor..

 

Infus pertamaku,

Alhamdulillah sukses, Dahlia 4 menjadi saksi atas masuknya abuket ke dalam pembuluh darah itu, masih kuingat kata2 pembimbing klinikku, “nah, itu keliatan gedhe banget, ayo nyoba, pasti bisa” ^-^ gemeteran tanganku melihat pembuluh darah yang dah kelihatan menonjol, jantungku berdebar-debar nggak karuan, dan sepertinya keringat dinginpun mulai mengalir lancar di dahiku… hingga akhirnya mataku melotot tak percaya saat butir-butir darah itu mengalir lewat abuket. Gugup! Bingung! Plester2 tolong…eh salepnya! Kasa sterilnya…! Luar Biasa ^-^

 

Pertanyaan kedua,

Mari ingat2, siapakah yang menginfus kita kala itu?

Perawat kah? Ato seorang ‘praktikan’ perawat?

Maka muncul lagi sebuah pertanyaan?

 

Seandainya ada 2 pilihan, mau di-infus sama perawat beneran ato sama ‘praktikan’ perawat? Maka apa jawabanmu Teman?

Hah! ^-^ aku yakin, 100% pasti jawabannya mending di-infus sama perawat aja.. iya kan? Jangankan kalian, aku aja mungkin bakalan milih perawat beneran kuk…wakwkw..

 

 

Dan ceritapun dimulai,

Entah ini infus keberapaku? Mungkin yang kedua atau ketiga?

Pasiennya adalah pasien kemotherapi, alhamdulillah pembimbing klinikku kala itu sangat luar biasa baiknya, katanya dengan enteng,”dek, itu pasien mau kemotherapi, dipasang ya infusnya”, maka aku dan teman-temanku pun masih terbengong-bengong sambil menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan, serasa mendapat orderan 500juta kayaknya, kamipun melangkah dengan penuh semangat menuju kamar pasien. Walau sebenarnya di benakku masih terngiang-ngiang kata2 seorang pembimbing klinikku,”kalau pasien kemotherapy yang udah 3 ampe 5 kali kemo tu biasanya pembuluh darahnya dah kaku, keliatan tapi keras, jadi susah nginfusnya”

 

Maka kubulatkan hatiku, dengan didampingi teman2 seperjuanganku kala itu..

Pasiennya bapak2 dan ditemani istrinya, diawali dengan sedikit ngobrol dan basa-basi sebelum infus dipasang,meluncurlah cerita dari sang istri, katanya,”suami saya ini takut disuntik sus” dengan wajah teduhnya, dan dan suami yang hanya senyum-senyum saja sambil memalingkan muka dari tangan kirinya.

 

Tusukan pertama,

Kasa steril dengan kemicitin udah siap, 2 plester kecil udah siap, 1 plester potongan besar udah tersedia, rangkaian selang infus dan plabotnya telahberdiri tegak di sampingku, seakan ingin ikut menjadi saksi apakah seorang ‘praktikan’ perawat mampu masang infus..

 

Kuambil abuket, dengan tangan gemeteran (tentu saja, aku tremor boi..), berkali-kali kulafaskan bismillah, kuoles alkohol, kubuka abuket…bismillah, kutusuk kulit beliau, tetes-tetes keringatku mulai mengalir tatkala tak kujumpai sebutir pun darah mengalir dari abuketku, kupandangi teman sebelahku, mencoba mencari dukungan,”ayo shin” katanya…

“Wahh..nggak pas e pak,” kataku setelah berulang kali menarik maju-mundur abuket dan ternyata memang tak ada setetes darah pun di sana…

 

Sang istri tersenyum menenangkan suaminya,”nggak papa ya pak ya, cobaan ini namanya” hehheee….”nggak papa pak, nanti ddicoba sekali lagi” kata sang istri sekali lagi dengan wajah tenang dan senyumnya yang tampak sangat tulus, sang bapak berkata,”nggak kena ya…”, lalu kujawab dengan sedikit senyum yang kuukir dengan sangat susah,”iya e pak, sekali lagi ya pak” kataku sambil menatap teman2ku, meminta bantuan mereka, “ada yang mau nusuk bapaknya nggak?” kataku lewat pandangan mataku yang pasti sangat melas waktu itu..

 

Lalu temenku berkata,”ayo shin sekali lagi, sini aku pegangin tangan bapaknya”

 

Dan jantungku pun berdebar lebih kencang, mataku terbuka lebih lebar, tanganku bergetar lebih kencang, “bismillah..ya Allah, bantu aku”

 

Kubersihkan abuket yang belum menyentuh pembuluh darah itu,bismillah..

“Pak…suntik malih nggih”, sang bapak manggut-manggut, dan sang istri tampak tersenyum sambil berkata,”nggihhhh mbak…”

 

Dan subhanallah,bagiku kala itu rasanya aku melihat sebuah keajaiban, darah mengalir memenuhi abuket, terus dan terus ke atas… “shin, infusnya..”, kata temanku, lalu buru2 kusambungkan selang infus dan abuket, kubuka kuncinya, “subhanallah, alhamdulillah lancar!” hah! ^-^ Luar Biasa…

 

Lega rasanya, sang istri tersenyum, sang bapak pun ikut tersenyum,”alhamdulillah..” katanya… plong rasanya, telornya dah pecah dengan sukses ^-^

 

Yahh…aku belajar bahwa setiap orang pernah gagal, tapi yang penting adalah bukan saat kita meratapi kegagalan itu dan serasa jadi orang termalang di dunia, tapi saat kita mampu bangkit dari kegagalan, berani melakukan lagi, lagi, dan lagi hingga Allah melihat setiap usaha kita dan mempermudah tiap langkah kita ^-^

 

Dan cerita nggak selesai sampai di sini teman,

Tiap kali kutengok kamar bapaknya, yang kudapati adalah sang bapak yang keluar masuk kamar mandi dengan santai, ato sang bapak yang sedang duduk santai membaca koran sambil menikmati setiap tetes obat khemo yang masuk lewat pembuluh darahnya.. ^-^

Beliau berkata,” Mbak” katanya,”infusnya bagus, nggak pernah macet low walau saya sering jalan-jalan ke kamar mandi, saya pake duduk-duduk kayak gini sambil membaca koran”

 

Dan akupun hanya mampu tersenyum, ingin menangis, terharu…

“makasih pak, kataku dalam hati, dan Anda adalah dosen terbaik saya sampai saat ini”

“mbak-mbak”, katanya lagi,” besok udah kemo hari ke 5 mbak, nanti mbaknya aja ya yang nglepas infus saya” katanya..

 

“Iya pak, pasti” kataku mantap ^-^ (bahagia mood:oN)

 

Maka dengan segenap asa dan azzamku, kutunggu saat-saat yang telah kujanjikan itu..

Sayang…ternyata aku nggak ada di ruangan saat infusnya harus dilepas…aku berpapasan dengan beliau di pintu keluar Sardjito, kusambut dengan senyum terbaikku, “lhah..udah selesai ya pak”, tanyaku…lalu beliau menjawab,”iya e mbak, wahhh nggak jadi mbaknya ya yang nglepas infus saya”, “eh eh mbak”, lanjtnya, “3 minggu lagi jadwal saya kemo lagi di Sardjito, besok mbaknya lagi ya yang masang infus”

 

Robbi….subhanallah, bahkan aku tak percaya dengan kata-kata beliau…

Senyumanku yang tak mampu kubendung, air mata yang tlah sukses membasahi tiap sudut retinaku,,,”wahh, saya hanya ‘praktikan’ e pak, 3 minggu lagi saya sudah ganti bangsal” kataku dengan penuh tatapan penuh makna..

 

“wahh gitu ya mbak…., yaudah, sukses ya mbak” katanya untuk yang terakhir kali..

“ya Pak, terimakasih” kataku karna memang hanya kata itu yang mampu kulontarkan saat itu… diakhiri dengan senyuman khas sang istri..

 

Subhanallah… ^-^

 

Dan saat ini pun aku hanya tersenyum-senyum saat memutar kembali kenanganku saat masa awal PKD itu…

 

Infus,

menggingatkanku tentang Pak Alwi yang tak pernah tergantikan..

mengingatkanku tentang kegagalan-kegagalan yang membuatku lemas lunglai

menginhgatkanku tentang guru-guru kehidupanku yang sesungguhnya di rumah sakit

mengingatkanku tentang harapan tiap orang yang tertatih-tatih datang ke rumah sakit terbesar di Jogja ini..

mengingatkanku bahwa kegagalan adalah kesempatan untuk bangkit dan memperbaiki diri..

mengingatkanku akan tiap jejak perjalanan profesiku yang begitu luar biasa…

 

Pernah terpikir di benakku saat aku gagal nginfus berkali-kali, “kalau aku nggak pinter nginfus, trus aku jadi perawat nggak manfaat banget dong”

Dan sepanjang perjalanan profesiku mengajarkanku tentang banyak hal, tentang CVC yang begitu ajaib, tentang ICU yang yang begitu cantik dengan suara-suara yang sangat menawan, tentang jadi perawat itu nggak melulu bahwa kamu bisa nginfus ato nggak, tentang pasien yang nggak hanya butuh infus tapi butuh senyuman kita, butuh tissue untuk menyeka keringatnya, butuh kehadiran kita untuk menenangkannya… ^-^

 

Dan adi akhir penghujung profesiku ini, tetap kuingat nasehat seorang dosenku,”dosen kalian yang sesungguhnya ya pasien-pasien kalian itu di rumah sakit. Hormati pasien kalian seperti kalian menghormati dosen-dosen kalian, dari merekalah kalian sesungguhnya belajar tentang menjadi seorang perawat yang baik”

 

“Jangan sombong ya kalau suatu kali pasien kalian itu orang miskin, hargai orang miskin, pada merekalah sesungguhnya kalian belajar, siapa lagi yang mau jadi tempat praktek kalian, tempat kalian belahar kalau bukan orang-orang miskin itu”

 

Nyesss…rasanya…

 

Dan kata seorang Kepala Ruang di Sardjito,” pasien Jamkesmas itu seharusnya kita perlakukan seperti pasien VIP, bahkan VVIP, karna mereka itu sesungguhnya nggak akan pernah nunggak bayaran, semua sudah pasti dibayar oleh pemerintah”

 

Dan pada meraka dosen2 kehidupan kami, kami ucapkan terimaksih sebanyak-banyaknya telah mengantarkan kami di ujung penantian ini… ^-^

 

Terimasih teman,

Terikasih dosen-dosen kampusku,

Terimaksih para pegawai PSIK yang selalu sabar dengan kerewelan2 kami,

Terimasih untuk tiap perawat2 yang telah menajdi guru kami,

Terimakasih untuk para pasien kami ^-^

Terimakasih untuk Allah yang telah mempertemukan kami dengan mereka…

 

Robbi auzikni an asykuro nikmatakallati, an am ta allya wa ala wa lidaiyya, wa ‘amalasshotihat tardho hu wa adqilni birohmatika, fii ibadikassholihinn….

 

Jadi teman, milih mana, diinfus sama perawat atau ‘praktikan’ perawat?

Hehehee…

Sungguh kesediaan antum untuk kami infus akan menjadi amal jariyah bila diniatkan dengan tulus…

 

Wekekekee… ^-^

Selamat menjemput impian kalian teman-temanku…

 

 

-sebuah memoar pengingat diri-Image

2 thoughts on “infus ^O^

  1. emang mas eh mbaa kalo sukses pasang infus itu bahagianya selangit 😀 tapi saya masih gak bisa mengatasi tremor saat injeksi atau pun infus 😦 gimana cara mnegatasinya ya mab 😦

Leave a comment