MENOLAK IKHWAN…

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;}

Image

 

Perempuan itu makhluk yang susah dipahami. Percayalah, bahkan terkadang saya tidak bisa menterjemahkan apa yang ada dalam hati saya. Terkadang begitu susahnya sekedar ingin tahu apa sebenarnya keinginan terdalam di hati ini.

Saya ingat sebuah becandaan jaman kuliah saat teman saya menggenapkan usianya di usia 20 tahun,”welcome to community of 20th, jalan menuju umur 20 tahun tu rasanya lamaaaaa banget tapi setelah usia 20 tahun itu rasanya waktu berjalan begitu cepatnya.” Dulu saya hanya tertawa mendengar becandaan ini, dan kini pun saya masih tertawa-tawa kecil mengingatnya.

Jaman SMA adalah jaman munculnya banyak buku-buku yang mengompori nikah muda, mulai dari Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahannya Ustad Salim hingga buku-bukunya Ustadz Faudzil Adhim seperti Saatnya Untuk Menikah, Nikmatnya Pernikahan Dini, Kupinang Kau dengan Hamdalah, dan lain-lain. Ahhh bahkan waktu itu saya begitu berpikiran sempit, ada pandangan negative yang tanpa sengaja terjustifikasi pada akhwat dan ikhwan yang sudah berumur namun belum juga menikah. Astaghfirullah…

Rencana hidup saya pun sederhana, setelah lulus kuliah, saya kerja sekitar setengah tahun lah lalu menikah. Mungkin memang sudah bukan nikah muda lagi namanya tapi saya memang ingin menyegerakan menikah.

Waktu berjalan tahun demi tahun, sepertinya setelah umur 20 tahun memang waktu terasa berjalan begitu cepatnya yaa ^^ tau-tau saya sekarang sudah 26 tahun. Tahun depan saya sudah 27 tahun.

Dulu, saya heran bagaimana teman-teman saya menolak ikhwan-ikhwan yang datang sementara saya tahu betul teman-teman akhwat saya ini benar-benar ingin menyegerakan menikah. Tapi begitulah cara Allah mengajarkan kita menjadi bijaksana. Saya tak perlu lagi jawaban dari mereka karena pada akhirnya saya sendiri merasakan ketika pada akhirnya menolak ikhwan-ikhwan yang datang dengan niat tulus untuk menggenapkan separuh agamanya.

Ikhwan pertama yang datang adalah teman satu organisasi dengan saya, saya cukup mengenalnya sebagai ikhwan baik yang dengan rela membantu setiap kesulitan saudaranya. Tipikal ikhwan yang sangat mengutamakan birul walidain, mengutamakan sholat dengan ibadah yang patut diacungi jempol. Saya hanya terdiam sejenak saat teman saya menyodorkan biodatanya untuk saya pelajari. Bertahun-tahun saya mengenalnya, saya tahu karakternya, saya tahu kebaikan-kebaikannya, saya tau betapa bagus ibadahnya… bertanyalah pada saya mengapa pada akhirnya saya menolaknya? Saya punya kesempatan seminggu untuk istiqoroh tapi di hari ke 3 saya sudah memeutuskan untuk tidak melanjutkan proses ta’aruf dengan beliau. Bertanyalah pada saya mengapa saya menolaknya? Ahhh… saya pun tidak tahu mengapa saya menolaknya. Apakah setiap keputusan harus punya alasan? Saya juga tidak tahu…

Saya hanya merasa tidak seharusnya saya bersama beliau. Saya mencoba meraba-raba apa alasan dibalik keputusan saya kala itu. Finansial. Ya mungkin, hidup di tempat saya tinggal sekarang memang butuh biaya yang tidak sedikit, dan kondisi finansial beliau yang masih belum stabil mungkin menjadi alasan alam bawah sadar saya untuk menolaknya. Mungkin ada yang akan mencap saya sebagai seorang yang matre, tidak percaya janji Allah bahwa menikah akan melancarkan rejeki, menolak orang sholeh, dll. Ahh…ternyata saya hanya akhwat macam ini.

Jiwa. Kenyamanan.

Bolehkah saya menolak karena alasan ini, karna entah mengapa saya terkadang kurang nyaman dalam berkomunikasi dengan beliaunya. Jujur, ada rasa bersalah saat saya menolak beliau. Saya takut Allah tidah ridho dengan keputusan saya ini, menolak orang sholeh. Robbiii… maafkan hamba-Mu ini… saya merasa bersalah hingga datanglah suatu hari beliau datang dengan undangan pernikahan beliau yang hanya berjarak sekitar 1 bulan setelah saya menolaknya.

Maka rasa bersalah itu kemudian menjadi sepenggal syukur penuh keharuan. Untunglah saya tidak membuat keputusan terlalu lama. Keputusan kita bisa jadi adalah kunci bagi terbukanya pintu takdir orang lain. Saya melihat akhwat yang bersanding dengan beliau saat ini, hanya satu yang ingin saya ucapkan,”akhwat sholeh, cocok untuk beliau”

Baarakallah teman ^_______^ percayalah saya ikut bahagia…

 

Di lain kesempatan, saya pernah akan dijodohkan dengan seorang ikhwan, ikhwan hanif yang sederhana, s2, saya hanya tersenyum… lalu entah bagaimana ceritanya saya bertemu dengan ikhwan ini. Singkat cerita, perjodohan ini pun gagal. Lalu beberapa bulan kemudian saya pun tahu beliau sudah menikah. Percayalah, saya bersyukur dengan pernikahan beliau, tidak ada kecewa di hati saya. Hanya entah mengapa teman saya ini tampaknya merasa kasihan pada saya karna pada akhirnya saya ditinggal menikah beliau dengan orang lain. Jodoh kan tidak akan tertukar jadi saya pikir tidak alasan juga untuk mengasihani saya.

Jiwa. Ada apa dengan jiwa ini?

 

Lalu hadirlah ikhwan berikutnya, orang yang pernah saya kenal beberapa waktu yang lalu, tiba-tiba menyatakan keinginannya untuk menikah dengan saya dalam sebuah pertemuan. Ikhwan sholeh, finansial yang cukup stabil, tinggal di kota yang sama.

Jiwaku, wahai hati ada apa dengamu?

Kali ini pun saya menolaknya. Bolehkah saya beralasan tentang akhlak kali ini?

 

Cukuplah cerita-cerita di atas dan silahkan menilai saya. Pasti ada yang bilang bahwa saya terlalu pemilih. Mungkin aka nada yang berceletuk bahwa kriteria saya terlalu tinggi. Ahhh saya tidak bisa menjawabnya.

“Jiwa. Menikah itu tentang kenyamanan jiwamu jeng”, kata seorang teman saya yang pernah gagal dalam berumah tangga.

Lalu suatu saat teman saya member tahu sebuah quote dari Tere Liye, katanya
Hei, menikah itu bukan lomba lari, yang ada definisi siapa cepat, siapa lelet larinya. Menikah itu juga bukan lomba makan kerupuk, yang menang adalah yang paling cepat ngabisin kerupuk, lantas semua orang berseru hore.

Menikah itu adalah misteri Tuhan. Jadi tidak ada istilah terlambat menikah. Pun tidak ada juga istilah pernikahan dini. Selalu yakini, jika Tuhan sudah menentukan, maka akan tiba momen terbaiknya, di waktu paling pas, tempat paling tepat. Abaikan saja orang2 yang memang cerewet mulutnya bilang “gadis tua, bujag lapuk”, atau nyinyir bilang, “kecil2 kok sudah menikah”.

 

Entah ini menjadi semacam alibi atau pembenaran bagi saya. Tapi saya sangat menyukainya…

Saya percaya Allah, saya percaya segala sesuatunya sudah diatur-Nya dalam scenario yang teramat indah. Maka seharusnya taka da alasan bagi saya untuk bergalau-galau ria atau bermurung durja terlalu lama.. heheee… tapi ya dasar akhwat, ada kalanya sedang bijak namun ada kalanya juga sedang galau. Akhwat kan juga manusia yang punya hati ^^ hehee…

Lalu orang-orang akan bertanya,”lha udah masukin biodata belum?” entah ini sekedar basa-basi atau pertanyaan retoris yang tak perlu dijawab.

Sekali lagi, saya percaya Allah yang akan mengatur segalanya, jadi kalau sampai saat ini saya belum juga ketemu dengan si doi maka saya percaya diri saya ini lah yang harus diperbaiki. Bukan salah murrobi, bukan salah BKKBS, apalagi salah temen-temen saya yang sudah menikah duluan… :p

Saya setuju dengan kata-kata Ustadz Salim,”mencari jodoh terbaik itu adalah dengan terus-menerus memperbaiki diri”

Image

Jadi…

Selamat memperbaiki diri,

Ghibahnya diilangin, jaga lisan neng

Tontonannya dijaga neng, hati-hati sama yang melenakan n membuat lupa ma Allah

Sholat wajibmu dijaga yaaaa…

Ibadah sunnah dan tilawahmu sebagai bukti kalau kau cinta sama Allah n Rasulullah..

Semoga berkah ^_________^

#sebuahNasehatUntukDiriSendiri

9 thoughts on “MENOLAK IKHWAN…

  1. Menolak ikhwan memang dilema. Mungkin lebih dilema dibanding perasaan ikhwan. Saya yang juga pernah gagal dalam ta’aruf pernah merasakan kekecewaan. Tapi yakinlah itu hanya perasaan sesaat saja sebagai seorang manusia. Jadi kalau memang belum cocok yaaa jangan mengambil resiko. Jodoh itu pasti mudah prosesnya. Gampang sreg di hati, gampang direstui orang tua dan gampang semua-muanya. kalo sudah agak seret bisa jadi bukan jodoh. Memang ada perjuangan demi cinta, tapi itu bukan dalam tahap sebelum menikah. Perjuangan itu justru kita butuhkan ketika sudah akad..Perjuangan bagaimana menerima ahugerah Allah baik kelebihannya maupun kekurangannya. 🙂

Leave a comment